Cerita rakyat Mentiko Betuah
Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang makmur dan sejahtera di negeri Semeulue yang dipimpin oleh seorang Raja yang kaya raya dan baik hati. Namun Raja dan permaisurinya itu selalu merasa hampa dalam hidupnya, karena mereka belum mempunyai anak.
Suatu
hari, Raja itu pun pergi bersama permaisurinya ke hulu sungai yang tempatnya
sangat jauh untuk berlimau atau mandi keramas dan bernazar agar dikaruniai
seorang anak yang akan menjadi penerus kerajaannya kelak.
Untuk
menuju ke hulu sungai itu, mereka harus melewati hutan belantara, menyeberangi
sungai-sungai, mendaki gunung, menghadapi binatang buas dan berbagai rintangan
lainnya. Sesampainya di sana mereka segera berlimau dan bernazar lalu berdoa
tanpa lelah, agar mereka dikaruniai seorang anak.
Waktu terus berlalu, akhirnya doa-doa mereka terkabul, sang permaisuri mengandung dan sembilan bulan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki tampan dan diberi nama Rohib. Raja mengadakan pesta yang amat meriah untuk merayakan kelahiran anaknya itu.
Rohib
tumbuh menjadi anak yang sangat manja, karena Ayah dan Bundanya terlalu
memanjakannya sejak kecil hingga dewasa. Rohib kemudian dikirim ke kota untuk
belajar di sebuah perguruan, Raja dan permaisuri berharap anaknya mampu
menyelesaikan pelajarannya dengan cepat.
“Anakku,
belajarlah dengan tekun, jadilah penerusku yang bijaksana,” pesan Raja sebelum
Rohib berangkat ke kota.
Namun sudah beberapa tahun Rohib belajar di kota, ia belum mampu juga untuk menyelesaikan sekolahnya. Sang Raja sangat marah dan kecewa melihatnya.
“Rohib!
Kau ini anak seorang raja, kau terlalu hidup enak dan manja di istana sehingga
sekolahmu tak juga selesai!” seru Raja merasa kesal. “Anak macam apa kau ini?!
Tak pernah mau mendengar nasihat orang tua, kau harus ku hukum!”
Rohib
menunduk, ia tak berani menatap Ayahnya yang sedang marah, sedangkan sang
permaisuri menatap Rohib penuh iba.
“Kau! Aku usir dari istana ini! pergi!!” teriak Raja marah.
Sang
permaisuri terkejut mendengar ucapan Raja, ia segera memohon, “Kanda, tolong
jangan usir anak kita, dia anak kita satu-satunya. Dinda mohon….” ucap
permaisuri sambil menangis.
“Tapi
Dinda, Kanda sudah sangat benci melihat wajah anak ini!” Raja tetap bersikeras.
Namun sang permaisuri tak kehabisan akal, ia terus mencari cara agar bisa
menolong anaknya yang terancam terusir dari istana.
“Baiklah, Kanda boleh mengusir
anak kita asal dengan syarat. Kakanda harus bersedia memberinya uang sebagai
bekal dan modal untuknya berdagang,” usul permaisuri.
Sang Raja terlihat berpikir, lalu ia berkata, “Baiklah aku bersedia memberikannya uang asalkan Rohib tidak boleh menghabiskan uang itu kecuali untuk berdagang! Apakah kau sanggup Rohib?” tanya sang Raja sambil menatap tajam anaknya.
Rohib mengangguk cepat, “Aku
sanggup, aku berjanji tidak akan melanggar perintah Ayahanda lagi,” jawab Rohib
yakin.
Setelah itu berangkatlah Rohib ke
kampung-kampung untuk memulai dagangnya, namun di perjalanan ia melihat
sekelompok anak kampung sedang menyiksa dan menembaki burung dengan ketapel.
“Hei kalian! Mengapa kalian
menganiaya burung itu? Burung-burung itu juga makhluk Tuhan!” Rohib berkata
lantang.
Anak-anak kampung itu menatap
tajam, “Siapa kau?! Berani sekali melarang kami!” bantah mereka.
“Berhentilah menembaki burung itu, maka aku akan memberi kalian uang, “ kata Rohib yang langsung disetujui oleh anak-anak kampung itu, lalu Rohib memberikan uang kepada mereka dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju kampung yang lain.
Rohib kembali menemukan
orang-orang kampung sedang memukuli seekor ular, ia kemudian memberikan uang
kepada orang-orang kampung itu dengan syarat mereka harus berhenti menganiaya
ular.
Selama dalam perjalanannya, ia
selalu memberi uang kepada orang-orang yang menganiaya binatang, sehingga tanpa
disadarinya uang yang seharusnya dijadikan modal berdagang itu habis. Rohib
mulai gelisah, ia sangat takut Ayahnya akan sangat marah dan menghukumnya.
Rohib menangis karena takut hukuman Ayahnya, namun tiba-tiba seekor ular besar mendekatinya, “Jangan takut, aku adalah Raja Ular di hutan ini. Mengapa kamu terlihat bersedih?” tanya ular itu ramah.
Lalu Rohib menceritakan semua
kejadian yang telah dialaminya.
“Kamu adalah anak yang baik,
karena kamu telah melindungi hewan- hewan di hutan ini dari orang-orang kampung
yang menganiayanya, aku akan memberimu hadiah,” ucap ular itu setelah
mendengarkan cerita Rohib. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
“Benda apa ini?” tanya Rohib
sambil mengamati benda di depannya.
“lni adalah benda ajaib, namanya Mentiko Betuah. Apapun yang kamu minta, pasti akan dikabulkan,” jelas ular itu sambil berlalu pergi.
Berbekal Mentiko Betuah itu,
Rohib kembali ke istana menghadap Ayahnya. Namun, sebelum sampai di istana, ia
memohon kepada Mentiko Betuah agar memberinya uang yang banyak untuk
menggantikan modalnya. Ketika ia sampai ke istana, Ayahnya sangat senang dan
menyambutnya yang telah membawa uang banyak dari hasil dagangannya. Rohib
terbebas dari hukuman, itu semua berkat Mentiko Betuah.
Kemudian ia berpikir bagaimana cara untuk menyimpan Mentiko Betuahnya itu agar tidak hilang. Rohib ingin menempa atau mengubahnya menjadi sebuah cincin. Lalu dibawanya Mentiko Betuah itu kepada seorang tukang emas. Namun ternyata tukang emas itu menipunya dengan membawa lari benda itu.
Rohib segera meminta bantuan para
hewan, “Bantulah aku menemukan tukang emas yang telah mencuri Mentiko Betuah
yang sudah menjadi cincin itu, duhai sahabat-sahabatku,” pintanya.
Kemudian tikus, kucing dan anjing pun bersedia menolongnya. Anjing dengan penciumannya yang tajam berhasil menemukan jejak si tukang emas yang telah melarikan diri ke seberang sungai. Giliran kucing dan tikus mengambil cincin itu yang disimpan di dalam mulut tukang emas. Maka di tengah malam, tikus memasukkan ekornya ke dalam lubang hidung si Tukang Emas yang sedang tertidur. Lalu si Tukang Emas itu bersin, hingga Mentiko Betuah terlempar keluar dari mulutnya.
Tikus segera mengambil benda itu.
Namun, ketika Mentiko Betuah itu akan diserahkan kembali kepada Rohib, tikus
menipu kucing dan anjing, ia mengatakan bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam
sungai, ia lalu meminta kucing dan anjing untuk mencarinya ke sungai, padahal
sebenarnya benda itu ada di dalam mulutnya. Saat kedua temannya mencari benda
itu ke dasar sungai, Tikus segera menghadap kepada Rohib.
“Terima kasih sahabatku tikus, kau telah berhasil menemukan Mentiko Betuah ini, kau memang pahlawanku!” kata Rohib setelah menerima cincin dari tikus.
Sementara itu, kucing dan anjing
kemudian mengetahui bahwa Mentiko Betuah milik Rohib telah ditemukan dan dibawa
oleh tikus, maka yakinlah kucing dan anjing bahwa tikus telah berbuat curang.
Akhirnya sampai saat ini menurut masyarakat setempat berawal dari kisah inilah
asal mula mengapa tikus amat dibenci oleh kuncing dan anjing.
Pesan moral dari Macam Macam Dongeng dari Aceh Darussalam adalah Kita harus mandiri saling tolong-menolonglah baik antara sesama manusia maupun makhluk tuhan lainnya. Dan ingat janganlah berbuat licik.
No comments
berkomentar sesuai dengan jatidirimu