Tehnik Pengobatan Tradisional Batak
Seni pengobatan tradisi yang diwarisi masyarakat Batak Toba merupakan kekayaan lokal yang keberadaannya kini semakin terkikis zaman. Pengobatan alternatif yang diwariskan nenek moyang kerap dicap sebagai warisan yang sarat dengan nilai-nilai klenik oleh generasi sedudahnya. Demikian juga yang dialami masyarakat Batak Toba. " Dalam dunia pengobatan nusantara, warisan budaya nenek moyang orang Batak Toba, termasuk salah satu yang diakui," kata Pengurus Kajian Metafisika dan Pengobatan Alternatif, Muhar Omtatok.
Pustaha Ogung adalah satu dari dua kitab yang
diwariskan nenek moyang orang Batak Toba. Kitab yang lainnya disebut Tumbaga Holing yang berisikan
tentang pengetahun politik, seni, pemerintahan dan perdagangan. Sedangkan
Pustaha Ogung sendiri adalah kitab berupa kumpulan pengetahuan dan
teknik-teknik pengobatan yang dipraktikkan secara turun temurun. Kitab ini
dituliskan oleh orang-orang pintar yang dalam bahasa Batak Toba kerap disebut
Sibaso secara turun-temurun.
Ajaran itulah yang menjadi dasar bagi tabib untuk berkreasi dalam ilmu pengobatan. " Salah satu ajaran Si Raja Batak yang menjadi dasar dari pengetahuan dan seni pengobatan itu berbunyi, "bahwa segala sesuatunya yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya masing-masing di dalam kehidupan sehari-hari. " Sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya, maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupanmu" Ajaran itu kemudian dikembangkan para tabib secara turun-temurun. Antara lain, pengobatan penyakit fisik maupun yang berkaitan dengan metafisis.
Secara garis besar isi dari kitab itu adalah
pengetahuan dan teknik pengobatan, ilmu tentang meramal, tafsir mimpi, maniti ari , memanggil
arwah, ilmu nujub, teknik pembuatan racun dan tawar, sampai
kepada yang berkaitan dengan ilmu perbintangan . Pengetahuan akan
pengobatan yang termuat di Pustaha Ogung itu pada dasarnya menuntun agar
manusia membudayakan hidup sehat dan dekat dengan penciptanya. Namun pada
praktiknya banyak juga yang digunakan untuk kepentingan lain. Tetapi sejak
Kristen masuk ke Tanah Batak pada abad ke-18,, terjadi revolusi cara
pandang terhadap semua hal, termasuk yang berkaitan dengan produk
peninggalan nenek moyang.
Contohnya pengobatan yang diajarkan dalam perawatan semasa mengandung misalnya, hendaknya hubungan suami istri jangan dilakukan pada saat hujan turun agar kelak anak yang lahir tidak berpenyakit batuk-batuk, embun-embun, dan cawan. Jika si ibu sudah mengandung tiga bulan segala yang diinginkan sebaiknya harus diberikan sebab jika tidak diberikan, kelak si anak yang akan lahir di kemudian hari akan terkendala dalam mencari hidup. Sebelum si ibu melahirkan, orangtua dari si ibu sebaiknya memberikan makanan adat Batak berupa ikan Batak beserta perangkatnya dengan tujuan agar si ibu sehat-sehat pada waktu melahirkan dan anak yang akan dilahirkan. Hal ini juga berkaitan dengan sisi psikologis si ibu, terutama yang baru pertama kali melahirkan.
Antara lain dengan telur ayam kampung yang telah didoakan. " Daun ubi rambat dan daun raya mengandung zat yang berfungsi untuk mencegah demam pasca melahirkan dan juga mengobati luka fisik," tambah Muhar. Ramuan obat-obatan tradisional masyarakat Batak Toba disimpan di satu tempat yang disebut Naga Morsarang. Setiap hari si ibu pasca melahirkan harus diberi makan dugu-dugu, yakni makanan yang diolah dari sayur bangun-bangun dengan daging ayam, kemiri dan kelapa.
Sedangkan untuk anak yang baru dilahirkan diberikan kemiri untuk membersihkan kotoran yang dibawa bayi dalam kandung. Sekaligus membersihkan pencernaan bayi dari kotoran pertama yang disebut tilan. Akan lebih baik dikunyah karena akan bercampur dengan ludah yang mengandung bakteri-bakteri baik yang bagus untuk kesehatan. Suatu waktu ada seorang petani yang mendapati anak burung si buruk terjatuh dari sarangnya. Di kakinya masih tersisa daun-daun yang telah mengering. Terutama yang termasuk pengobatan kategori khusus. Seperti cara memanggil roh nenek moyang, cara memanggil orang yang hilang maupun cara berdialog dengan roh diri sendiri. Memang masih ada satu dua yang paham.
Hal itu jugalah yang memengaruhi persepsi
masyarakat terhadap dunia pengobatan alternatif itu sendiri. Faktor lain yang membuat seni pengobatan itu
tergerus adalah karena pengetahuan itu hanya diwariskan kepada orang tertentu
saja. Logika Medis Pengetahuan yang dimiliki masyarakat tradisi sering
dipertentangkan oleh orang-orang yang tak memahami hal itu secara baik. Masyarakat
Tiongkok, misalnya, masih tetap mempertahankan tradisi pengobatan
yang ditinggalkan nenek moyang mereka hingga kini.
Tidak demikian seni pengobatan masyarakat Batak Toba yang sering dipersoalkan bahkan oleh sebagian masyarakat Batak Toba itu sendiri. Karenanya perlu ada upaya untuk melogiskan hal-hal yang dianggap klenik itu. Ada satu cerita tentang itu yang pernah dialami misioner Nommensen dalam karya penginjilannya. Di suatu tempat, Nommensen menemukan masyarakat yang hidup menderita karena kolera dan diare.
Masyarakat yang masih sangat permisif dengan pengetahuan dari luar itu, menolak tawaran Nommensen yang ingin menyembuhkan penyakit mereka. Lalu ia melihat para dukun yang mengobati masyarakat dengan memberi mereka minum air yang dicampur jeruk purut dan daun sirih. Daun sirih dan jeruk purut mempunyai kandungan zat yang mampu membunuh bakteri yang ada di dalam air. Sifat antseptic yang dimiliki daun sirih dapat mensterilkan air. Padahal media yang digunakan pada dasarnya sama. Tinggal bagaimana pendekatan dan komunikasi yang disampaikan.
No comments
berkomentar sesuai dengan jatidirimu