Rumah Adat Betang Rumah Suku Dayak
Rumah Betang Merupakan Rumah Adat Dayak Di Kalimantan Tengah. Bangunannya Khas, Berbentuk Panggung dan Memanjang Ke Samping Atau Belakang. Seperti Rumah Adat Pada Umumnya, Hunian Ini Dibangun Menggunakan Material Kayu, Yaitu Kayu Ulin Dan Kayu Besi. Rumah Adat Dayak Satu Ini Sangat Sulit Ditemukan Di Pusat Kota. Hal Ini Karena Mayoritas Suku Dayak Lebih Suka Tinggal Di Pinggir Sungai. Yuk, Kita Kupas Tuntas Setiap Bagian Dari Rumah Ini Serta Filosofinya!
Berbentuk panggung memanjang,
umumnya rumah ini dihuni 5-7 keluarga. Panjang bangunan bisa mencapai 30-150
meter, dengan lebar 10-30 meter. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku.
Selain karena di dalamnya terdapat lebih dari satu keluarga, ruangan di
dalamnya minim sekat sehingga mirip aula. Ada pula seorang pemuka suku yang
menjadi pemimpin setiap rumah Betang. Pada umumnya rumah Betang dibangun dengan
hulu menghadap timur dan hilir menghadap barat.
2. Pembagian Ruang dalam Rumah
Betang
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak
ada ketentuan khusus dalam peletakan ruang pada Rumah Betang yaitu: Sado/poros
di tengah bangunan, merupakan jalur lalu-lalang penghuni rumah atau tempat
melakukan aktifitas bersama, seperti musyawarah adat atau menumbuk padi.
a. Ruang tidur berjajar
sepanjang bangunan, dengan posisi kamar orang tua di paling ujung aliran sungai
dan kamar anak bungsu di ujung paling hilir sungai.
b. Dapur menghadap aliran
sungai, menurut mitos ini akan mendatangkan rejeki.
c. Tangga dalam rumah Batang
harus berjumlah ganjil, biasanya berada di ujung kiri dan kanan rumah serta
bagian depan.
d. Pante posisinya di depan bagian luar atap yang menjorok ke atas, ini merupakan tempat menjemur padi, pakaian dan mengadakan upacara adat.
3. Makna dan Nilai Rumah Adat Dayak
Bateng
Bukan tanpa alasan hunian ini
selalu berbentuk panggung dan panjang. Ini dilakukan untuk menghindari rumah
dari banjir, karena lokasinya berada di pinggir sungai. Selain itu panggung
tinggi akan melindungi penghuninya dari binatang buas dan musuh. Hal ini karena
risiko hidup di dekat sungai adalah kedekatan hunian dengan habitat hewan buas
seperti buaya dan ular. Meski berbahaya, suku Dayak tetap meyakini bahwa
membangun rumah di dekat sungai adalah pilihan tepat karena sungai merupakan
sumber kehidupan. Makanya, di sekitar sungai-sungai besar Kalimantan seperti
Kapuas, Barito, dan Arut, banyak ditemukan perkampungan. Arah hunian pun
memiliki makna tersendiri, ini merupakan simbol bagi masyarakat Dayak. Hulu
yang menghadap timur atau matahari terbit memiliki filosofi kerja keras yaitu
bekerja sedini mungkin. Sedangkan hilir yang menghadap barat atau matahari
terbenam memiliki filosofi, tidak akan pulang atau berhenti bekerja sebelum
matahari terbenam.
4. Mitos Hantu Kepala Terbang
Untuk masuk ke dalam rumah Betang,
kita harus menaiki tangga kecil yang hanya bisa dilalui satu orang. Lebar
tangga ini kurang lebih hanya 50 cm, sangat kecil bukan. Bila malam tiba,
masyarakat akan mengangkat tangga ini dan memasukkannya ke dalam rumah. Ini
dilakukan agar penghuninya terhindar dari serangan hantu kepala terbang alias
ngayau atau kuyang. Masyarakat Dayak percaya, bila tangga masih terjulur ke
luar maka ngayau dapat masuk ke rumah dan memburu kepala mereka. Ngayau
diyakini pula sebagai perwujudan guna-guna
Ciri Khas dan Filosofi Rumah
Betang
Rumah betang atau rumah panjang adalah rumah adat suku dayak kalimantan. Rumah ini dibangun dengan menggunakan kayu ulin atau kayu besi. Salah satu Rumah Betang yang bisa dikunjungi wisatawan ada di Desa Saham, Kecamatan Sengah Semila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Dibagian dalam, tepatnya di depan pintu masuk rumah, terdapat beranda yang disebut Pane dengan fungsi untuk duduk santai dan menyambut tamu.
Rumah Betang umumnya memiliki
ukuran mencapai panjang 150 meter, lebar 30 meter, dan tinggi tiang sekitar 3
meter. Dengan ukurannya yang sedemikian besar, rumah betang mampu menampung 10
sd 15 keluarga dengan jumlah populasi antara 100 sd 150 orang. Adanya tiang
rumah menandakan bahwa rumah adat Kalimantan Tengah ini memiliki struktur
panggung. Oleh karenanya, untuk memasuki rumah ini seseorang harus menaiki
tangga yang berjumlah ganjil. Ada beberapa ciri khas yang membedakan rumah Betang
dengan rumah adat Indonesia lainnya. Ciri ciri dari rumah adat Kalimantan
Tengah ini antara lain:
- Hulu rumah menghadap arah Timur dan Hilirnya menghadap Barat. Ini menyimbolkan tentang falsafah hidup orang-orang suku Dayak.
- Dinding rumah terbuat dari kayu berukir dan atap rumah berbentuk pelana memanjang.
- Ruangan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kegunaan dan fungsinya masing-masing.
- Memiliki tangga yang dinamakan hejot berjumlah ganjil dan satu pintu masuk.
- Di dekat pintu masuk biasanya terdapat sebuah patung (totem) yang dinamakan rancak sebagai patung persembahan bagi nenek moyang suku Dayak.
- Bagian tengah rumah biasanya dihuni oleh Pembakas Lewu atau tetua adat.
Filosofi
rumah huma betang
Huma Betang adalah rumah adat masyarakat Kalimantan Tengah. Rumah yang dibangun dengan cara gotong royong ini berukuran besar dan panjang mencapai 30-150 meter, lebarnya antara 10-30 meter, bertiang tinggi antara 3-4 meter dari tanah. Penghuni Huma Betang bisa mencapai seratus bahkan dua ratus jiwa yang merupakan satu keluarga besar dan dipimpin oleh seorang Bakas lewu atau Kepala Suku. Huma Betang dibuat tinggi dengan maksud untuk menghindari dari banjir, serangan musuh, dan juga binatang buas. Lantai dan dindingnya terbuat dari kayu, sedangkan di bagian atap terbuat dari sirap. Kayu yang dipilih untuk membangun Huma Betang ini ialah kayu ulin selain anti rayap, kayu ulin mampu bertahan hingga ratusan tahun. Selain berfungsi sebagai rumah adat, Huma Betang memiliki filosofi kehidupan yang sangat dalam dan mendasar bagi masyarakat Dayak. Filosofi Huma Betang diantaranya adalah :
Hidup rukun dan damai walaupun
terdapat banyak perbedaan
Huma Betang dihuni oleh 1 keluarga besar yang terdiri dari
berbagai agama dan kepercayaan, namun mereka selalu hidup rukun
dan damai. Perbedaan yang ada tidak dijadikan alat pemecah diantara mereka. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat Dayak sudah mulai
meninggalkan rumah adatnya dan beralih kepada tempat tinggal yang lebih modern.
Walaupun demikian keharmonisan tidak hanya terjadi di Huma Betang. Seluruh
masyarakat Kalimantan Tengah selalu menjaga keharmonisan itu dengan cara saling
hormat menghormati dan juga sikap toleransi.
Bergotong Royong
Perbedaan yang ada tidak membuat
penghuni Huma betang memikirkan kelompoknya sendiri. Mereka slalu bahu-membahu
dalam melakukan sesuatu, misalnya apabila ada kerusakan di Huma Betang. mereka
bersama-sama memperbaikinya, tidak memandang agama ataupun suku.
Tidak hanya di Huma Betang, Seluruh masyarakat Kalimantan Tengah
diharapkan juga bahu-membahu dalam membangun daerahnya tidak memandang suku
bahkan agama.
Menyelesaikan perselisihan dengan
damai dan kekeluargaan
Pada dasarnya setiap penghuni rumah menginginkan kedamaian dan kekeluargaan.
Apabila ada perselisihan akan di cari pemecahnya dengan cara damai dan
kekeluargaan. Begitu pula di Huma Betang, masyarakat Dayak cinta damai dan mempunyai rasa
kekeluargaan yang tinggi. Peristiwa kerusuhan Sampit tahun
2001 lalu adalah masa kelam provinsi ini , dalam kerusuhan ini terjadi
antara masyarakat suku Dayak dan Masyarakat suku pendatang dari pulau
Jawa yaitu suku Madura. Perselisihan yang ada sempat membuat provinsi ini tidak
aman, perkelahian dimana-mana, termasuk peristiwa pembantaian. Perselisihan
terjadi sangat alot, sampai saat perdamaianpun tiba. Demi kedamaian juga
keamanan Kal-Teng mereka bersedia berdamai.
Menghormati Leluhur
Setelah masuknya agama-agama baru seperti Hindu, Kristen, dan Islam, banyak masyarakat Dayak berganti kepercayaan. Walaupun demikian masih ada sebagian dari mereka yang menganut agama nenek moyang yaitu Kaharingan. Untuk menghormati leluhur mereka , masyarakat suku Dayak melakukan upacara adat. Upacara adat tersebut terdiri dari ritual membongkar makam leluhur dan membersihkan tulang belulangnya untuk kemudian disimpan di dalam sanding yang telah dibuat bersama-sama. Rumah adat Kalimantan Barat ini terbagi menjadi 5 ruangan, antara lain:
1. Pente
Dalam bahasa Indonesia, Pente
adalah teras. Rumah Panjang juga memiliki area di bagian depan yang berfungsi
sebagai teras. Namun teras [ada Rumah Panjang tidak digunakan untuk duduk-duduk
atau menerima tamu. Fungsinya melainkan untuk melaksanakan ritual keagamaan
ataupun acara adat oleh semua anggota keluarga dalam Suku Dayak.
2. Samik
Samik adalah ruang tamu. Di ruangan
ini Suku Dayak akan menerima tamu yang datang ke rumah. Di dalam Samik biasanya
dilengkapi dengan perabot berupa meja berbentuk bulat. Meja tersebut disebut
dengan Pene dan digunakan untuk menjamu tamu.
3. Ruang Keluarga
Ruangan ini berada di bagian tengah rumah. Ukurannya sangat luas dan bentuknya persegi panjang. Fungsi ruangan ini adalah untuk termpat berkegiatan sehari-hari.
4. Kamar Tidur
Jumlah kamar tidur di dalam Rumah Panjang tidak ditentukan berapa banyaknya. Jumlahnya menyesuaikan dan tergantung pada berapa keluarga yang tinggal di dalam rumah tersebut. Pakem adat yang mengatur tentang tempat tidur hanyalah mengenai posisi kamar. Kamar orangtua harus berada di pangkal aliran sungai. Kamar-kamar dibuat berjajar dari kamar orangtua dan anak-anak, hingga yang paling ujung ditempati oleh anak bungsu.
5. Bagian Belakang
Area di belakang Rumah Panjang difungsikan sebagai dapur. Posisinya menghadap aliran sungai agar lebih mudah mendapat akses langsung ke air, karena proses memasak pasti membutuhkan air. Selain sebagai dapur, bagian belakang rumah juga difungsikan sebagai tempat menyimpan hasil panen.
No comments
berkomentar sesuai dengan jatidirimu