Header Ads

Suku Devayan Suku Asing yang ada di Aceh

Suku devayan adalah suku yang mendiami 5 kecamatan di kabupaten simeulu yaitu teupah barat, teupah timur, seumulu tengah, teupah selatan dan teluk dalam. Mereka diperkirakan mulai masuk ke Aceh pada 7000 tahun silam. Pada pertengahan abad 18 Sebelum agama islam masuk ke Kabupaten Simeulue, masyarakat yang mendiami pulau ini hidup dalam bentuk persekutuan-persekutuan yang dipimpin oleh kepala suku. 
Photo madeblog.com

Wilayah yang di diami oleh Masyarakat disebut "bano" yaitu bano teupah, bano simolol, bano along, bano sigulai, dan bano leukon. Masing-masing kepala suku mempunyai otonomi sendiri dan tidak mempunyai hubungan dalam segi pemerintahan dan berjalan sendiri-sendiri. Suku devayan datang bersamaan dengan suku-suku di kepulauan pesisir sebelah barat pulau sumatra seperti nias, mentawai dan enggano. Karena itu ras suku devayan termasuk dalam ras mongoloid dengan ciri-ciri kulit warna kuning serta mata agak sipit lebih mirip dengan orang-orang dari suku nias.

Tradisi adat dan unsur sosial serta budaya
Tradisi penggunaan bahasa Devayan di kalangan masyarakat Simeulue Tengah dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan Simeulue memiliki kebudayaan yang majemuk, hal ini merupakan suatu bukti bahwa suku devayan yang mendiami pulau Simeulue masih tetap menggunakan bahasa devayan meski mereka terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Namun suku devayan tetaplah masih merupakan bagian dari suku yang ada di daerah Aceh, maka kebudayaan masyarakat suku devayan pada dasarnya diwarnai oleh budaya Aceh yang Islam. Namun pengaruh agama Hindu yang telah berurat berakar sebelum masuknya agama Islam masih ketat berpengaruh. Hal ini terlihat pada adat Istiadat, seni budaya dan acara spiritual lainnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Seperti hal nya dalam kesenian masyarakat suku devayan masih melestarikan kebudayaan mereka.

Secara umum kesenian yang ada pada masyarakat suku devayan sangat beragam diantaranya adalah selain seni Nanga-nanga ada juga nandong, buai, debus, dan kesenian Sikambang. Beberapa diantaranya memiliki kesamaan dengan kesenian diluar pulau Simeulue yaitu minang, Melayu, aceh dan pesisir sumatera. Hal ini disebabkan faktor akulturasi budaya.

Berikut ini adalah beberapa jenis kesenian tradisional yang masih tetap dilestarikan sampai saat ini adalah :
  • Rafa’i Dabus
  • Angguk
  • Nandong
  • Nanga-nanga
  • Galombang

Budaya masyarakat yang masih tetap dilestarikan dalam rangka perayaan hari-hari besar islam dan acara lainnyamasih dapat kita lihat samapai saat ini seperti perayaan maulid Nabi Muhammah, Kenduri Laot, Kenduri Blang, Tulak Bala.

Sementara untuk adat itu sendiri bagi masyarakat suku devayan merupakan sebuah kehormatan pada orang yang telah meninggal dunia (Wafat) yaitu almarhum Sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda adalah sebagai lambang dari pemegang kekuasaan dalam pemerintahan kerajaan Aceh yang adil dan makmur dimasa kejayaanya. Adapun maksud dari kalimat hukom bak Syiah Kuala adalah sebagai simbol.

Selain dari itu ada juga istilah reusam bagi masyarakat suku devayan yang berarti pengurus bidang-bidang diplomatik, keprotokolan, dan etika. Biasanya urusan keprotokolan tersebut diurus oleh Kementerian Pertahanan atau angkatan perang dalam kerajaan Aceh dulunya.Pemegang jabatan tertinggi sebagai Menteri Pertahanan ditunjuk Panglima Tertinggi Angkatan Laut yaitu Laksamana. Oleh karena itu Laksamana dilambangkan sebagai pemegang urusan protokoler, diplomat atau hubungan luar negeri dan etika dengan sebutan Reusam Bak Lakseumana. Bahkan dalam adat Adat mayarakat suku devayan masih tetap berpegang pada Syaria‘t Islam. Dalam kehidupan kemasyarakatan baik perkawinan, pertanian, dan kehidupan sosial lainnya peran adat dikabupaten Simeulue ini sangat dijalankan diantaranya adalah dalam adatPernikahan, Sarah Papar, Sunat Rasul (Khitan), Malaulu, Turun ke sawah, Kenduri Blang, Mendo'a Panen (shalawat), Kenduri Laut dan lainnya.bahkan mengenai pelanggaran, kecelakaan, pertengkaran, perkelahian diselesaikan melalui adat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mata pencaharian masyarakat suku devayan

Dalam hal mencari nafkah masyarakat suku devayan umumnya mengandalkan ladang pertanian. Masyarakat suku devayan umumnya bermata pencaharian bertani, Sebagaimana mata pencaharian yang telah ada secara turun temurun, kearifan masyarakat suku devayan juga dapat di lihat melalui aktivitas pertanian padi ini.salah satu aktifitas tersebut adalah upacara mangan ulun tinafa . Menurut sejarah dulunya nanga-nanga mehumasa ini sering dijumpai dalam suatu upacara adat Simeulue yang di kenal dengan upacara adat Mangan Ulun tinafa atau kenduri padi. Kegiatan ini dilakasanakan satu tahun sekali. Namun sangat disayangkan, upacara mangan ulun tinafa ini sudah jarang sekali dilaksanakan berikut penjelasan informan secara singkat mengenai upacara adat tersebut. Selain padi suku devayan juga banyak yang jadi petani kelapa sawit. Bahkan ada banyak perkebunan kelapa sawit seperti Perusahaan Daerah Kelapa Sawit (PDKS) yang terdapat di Kecamatan Teluk Dalam dan Teupah Selatan.

Suku Devayan, merupakan salah satu suku minoritas di provinsi Aceh. Bermukim di pulau Simalur (Simeulue) yang tinggal di sebelah barat pulau Sumatra. Suku Devayan ini mendiami kecamatan Teupah Barat, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Teupah Selatan serta Teluk Dalam.

Secara ras, suku Devayan ini berbeda dengan suku Aceh yang menjadi mayoritas penduduk di provinsi Aceh. Suku Devayan ini mempunyai bahasa tersendiri, yaitu bahasa Devayan. Suku Devayan secara fisik mirip dengan suku Nias dan Mentawai yang bermukim di kepulauan Nias Sumatra Utara. Ciri-ciri khas kulit berwarna kuning, mata agak sipit, dijelaskan juga suku Devayan ini masuk dalam golongan ras mongoloid. Ciri-ciri tersebut dimiliki hampir semua penduduk yang bermukim di pulau dan kepulauan pesisir sebelah barat pulau Sumatra. Bahasa Devayan sendiri masih berkerabat dekat dengan bahasa Nias, dari segi dialek dan perbendaharaan kata yang banyak kemiripan.

Sementara itu bahasa Devayan, dalam ancaman kepunahan, sebab generasi muda suku Devayan lebih senang berbicara menggunakan bahasa Aneuk Jamee yang menjadi bahasa pengantar di wilayah itu. Padahal bahasa Devayan sendiri hanya digunakan pada rumah-rumah atau di kalangan suku Devayan saja.

Bahasa Devayan, bahasa Sigulai dan bahasa Lekon

Pulau Simeulue atau Simalur adalah sebuah pulau yang berada pada posisi kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, juga merupakan pulau pemerintahan Kabupaten Seumelue di tengah X Samujdra Hindia. Posisi geografisnya terisolasi dari daratan utama, Semeulue adalah Kabupaten baru yang Ibukotanya Sinabang hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh barat pada tahun 1999. Pulau ini terkenal dengan hasil cengkehnya. Penduduk kawasan ini juga berprofil seperti orang Nias, dengan kulit kuning dan sipit seperti layaknya orang Tionghoa dan mempunyai bahasa yang berbeda dengan Aceh daratan. Hampir seluruh penduduk kepulauan ini beragama Islam. Setelah masa keemasan cengkeh mulai menurun, sebagian besar masyarakat Simeulue mulai beralih ke perkebunan sawit dan tanaman horikultura sebagai mata pencarian sehari-hari.

Di Pulau Seumelue ada 3 bahasa yang digunaka masyarakat :

  1. Bahasa Devayan umumnya digunakan oleh penduduk yang berdomisili di Kecamatan Simeulue Timur, Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah dan Teluk Dalam
  2. Bahasa Sigulai umumnya digunakan penduduk di Kecamatan Simeulue Barat, Alafan dan Salang.
  3. Bahasa Leukon digunakan khususnya oleh penduduk Desa Langi dan Lafakha di Kecamatan Alafan. Selain itu digunakan juga bahasa pengantar (lingua franca) yang digunakan sebagai bahasa perantara sesama masyarakat yang berlainan bahasa di Simeulue yaitu bahasa Jamu atau Jamee (tamu), awalnya dibawa oleh para perantau niaga dari Minangkabau dan Mandailing

No comments

berkomentar sesuai dengan jatidirimu

Powered by Blogger.