Header Ads

Rumah Gadang: Keunikan, Fungsi, Bagian & Maknanya

Rumah adat asal Sumatera Barat ini merupakan salah satu rumah tradisional yang paling terkenal di Indonesia, dan bahkan hingga mancanegara. Bentuknya yang megah, unik dan penuh dengan simbol budaya menjadikan Rumah Gadang sebagai salah satu sumber kebanggaan budaya Indonesia.

Selain Rumah Godang, Rumah Gadang juga dikenal dengan sebutan lain oleh masyarakat setempat yaitu Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjuang. Semua nama ini adalah nama yang sama untuk merujuk pada rumah tradisional adat Minangkabau di Sumatera Barat. Lalu apa saja ya kira-kira unsur-unsur dari rumah ini?

Fungsi dari Rumah Gadang

Bangunan ini biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dari suku atau kelompok tertentu secara turun menurun dan hanya dimiliki serta diwarisi kepada perempuan kelompok tersebut (matrilineal). Selain sebagai tempat tinggal, bangunan ini juga berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara, pewarisan nilai adat, dan juga merupakan representasi budaya matrilineal.

Rumah Gadang sangat dimuliakan karena dipandang sebagai tempat suci oleh masyarakat. Statusnya yang begitu tinggi ini pun melahirkan berbagai tata krama, seperti harus mencuci kaki sebelum naik ke atasnya.

Photo Pasbana

Makna dan Keunikan Rumah Gadang

§ Makna dari Atap

pertama kali yang terbayang bentuk bangunan ini Pasti atapnya yang runcing dan bertumpuk, Atap ini disebut dengan sebutan gonjong. Bentuknya sendiri dapat diibaratkan sebagai bentuk kapal. Kecil di bawah dan besar di atas. Bentuk atapnya juga mempunyai lengkungan ke atas, kurang lebih setengah lingkaran. Bentuk ini disebut menyerupai tanduk kerbau dengan jumlah lengkung empat atau enam, dengan satu lengkungan ke arah depan. Bentuk gonjong yang runcing diibaratkan sebagai harapan untuk mencapai Tuhan. Atap ini juga berfungsi untuk menahan curah hujan sehingga tidak membebani bangunan di bawahnya.

§ Makna Bangunan

Bentuk rumahnya sendiri berbentuk segi empat tidak simetris dan memiliki desain yang sedikit miring keluar. Bentuknya yang tidak tegak lurus ini ternyata dipengaruhi oleh kondisi alam wilayah Minangkabau yang dominan dengan dataran tinggi dan rendah sehingga rentan terhadap bencana alam seperti gempa. Bentuknya ini membuat Rumah Gadang tetap stabil saat menerima guncangan gempa bumi hingga kekuatan 8 skala richter, lho.


§ Makna Tiang Penopang

Rumah ini bertopang pada tiang kayu yang bertumpu di atas batu datar yang kuat dan lebar. Ketinggian tiang yang bisa mencapai hingga 2 meter dimaksudkan untuk melindungi para penghuninya dari serangan binatang buas pada zaman dahulu.

§ Makna dari Dinding

Dinding atau dindiang dari rumah ini dibuat dari bahan papan di bagian depan, dan bahan bambu di bagian belakang yang secara tradisional terbuat dari potongan anyaman bambu. Papan dinding dipasang vertikal dengan ukiran. Ukiran-ukiran ini merupakan simbolisasi dari alam.

Untuk bagian belakang dari papan bambu melambangkan kekuatan dan utilitas dari masyarakat Minangkabau yang terbentuk hanya jika setiap orang tergabung ke dalam bagian masyarakat yang lebih besar dan tidak berdiri sendiri.

Bagian Ruang Rumah Gadang

Rumah Gadang menganut sistem matrilineal. Maka, jumlah kamarnya juga ditentukan dari banyaknya jumlah perempuan yang menghuninya. Setiap wanita yang sudah menikah akan memiliki kamar sendiri, sedangkan para gadis akan disatukan dalam sebuah kamar di bagian ujung. Untuk wanita lanjut usia dan anak-anak akan tidur di kamar yang berdekatan dengan dapur.

Rumah Gadang terbagi menjadi Lanjar dan ruang lepas. Pembagiannya ditentukan dari arah banjar tiang, yaitu tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandakan lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandakan ruang. Jumlah Lanjar umumnya berjumlah ganjil antara 3-11 ruang, sedangkan untuk ruang lepas tidak ditentukan jumlahnya dan bergantung dari luas rumah.

Di bagian depan, juga biasanya terdapat dua lumbung padi (Rangkiang) untuk menyimpan beras. Selain itu, terdapat pula ruang Anjuang, tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. 

Tak hanya sebagai tempat tinggal, rumah adat ini juga berfungsi sebagai berbagai aktivitas lainnya yang dimiliki masyarakat Minang. Untuk itu, setiap bagian dari rumah adat Minangkabau memiliki arti filosofis tersendiri. 

Sejarah dan Filosofi Rumah Adat Minangkabau:

Identik dengan falsafah alam membuat suku Minangkabau membuat rumah adat dengan bentuk yang serasi dengan alam. Garis-garis yang terdapat pada rumah adat Minangkabau ini secara fungsional menggambarkan kesesuaian dengan alam Sumatera Barat. Dengan bentuk atap rumah yang lancip dan melengkung, bagian ini juga dapat mempermudah air hujan saat jatuh dari atap. 

Bagian tersebut akan mengalirkan air ke bawah dan menghilangkan air yang mengendap pada bagian atap. Rumah gadang juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Kamu akan melihat perpaduan keserasian dan keseimbangan di dalam bentuk rumah adat ini. 

Rumah adat Minangkabau ini dibangun dalam bentuk sejajar arah mata angin. Hal itu bertujuan untuk menjaga rumah dari terpaan angin yang kencang dan sengatan sinar matahari. Jika dilihat secara filosofis, rumah gadang memiliki banyak fungsi bagi kehidupan masyarakat Minangkabau meski ukurannya tak besar. Bagi masyarakat Minangkabau, rumah gadang dapat melingkupi segala keperluan sehari-hari. Mulai dari tempat tinggal hingga tempat untuk melaksanakan berbagai upacara adat. 

Atap Rumah

Atap rumah tradisional orang Minangkabau ini terbuat dari ijuk. Bentuk atap yang melengkung dan runcing ke atas sering disebut dengan kata gonjong. Orang-orang asli Padang biasa menyebutnya rumah Bagonjong. Bentuk gonjong yang runcing diibaratkan seperti harapan untuk mencapai Tuhan. Sementara itu, dinding rumah ini dibuat secara tradisional dari potongan anyaman bambu. Hal itu melambangkan kekuatan dan utilitas dari masyarakat Minangkabau yang terbentuk tiap individu menjadi bagian masyarakat. 

Dekorasi Ukiran

Tembok bagian depan rumah adat memiliki ukiran yang unik serta disusun secara vertikal. Sementara bagian belakangnya dilapisi dengan bambu. Motif ukiran yang sering digunakan adalah daun, bunga, buah, dan tumbuhan lainnya. Ukiran yang ada dibuat bukan karena asal-asalan justru berdasarkan adat basandi syarak yang memiliki tiga filosofi, yaitu:

- Ukue Jo Jangka, yang bermakna mengukur menggunakan jangka. - Alue Jo Patuik, yang bermakna memperhatikan alur dan kepatutan. - Raso Jo Pariso, memiliki makna mengandalkan rasa dan memeriksa atas rujukan bentuk-bentuk geometris. Semua motif ukiran ini berasal dari keindahan alam dan lingkungan. Baik berupa tanaman, peralatan kehidupan sehari-hari, hingga nama-nama hewan.

Tiang dari Pohon Juha

Rumah adat Sumatera ini memiliki tiang utama yang berjumlah empat yang berasal dari pohon juha. Tiang-tiang tersebut umumnya memiliki diameter 40 cm hingga 60 cm. Sebelum digunakan untuk tiang rumah, pohon juha direndam di dalam kolam selama bertahun-tahun. Hal itu bertujuan untuk menghasilkan tiang yang kuat dan kokoh. Rumah gadang juga tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi menggunakan pasak sebagai sambungan. Hal ini membuat bangunan memiliki sifat yang sangat lentur.

Tangga di Pintu Masuk

Pada setiap rumah gadang, hanya terdapat satu tangga di setiap rumah. Tangga tersebut terletak di setiap pintu depan. Satu tangga ini mempunyai makna yang berkaitan erat dengan agama Islam yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. Makna dibalik tangga yang hanya satu itu adalah percaya pada Tuhan yang Maha Esa.

Bentuk Bangunan

Hunian dari suku Minangkabau ini sengaja dibangun tinggi atau memiliki panggung. Hal itu berfungsi agar rumah terhindar dari hewan liar.

Jumlah Ruangan

Keunikan lainnya darirumah gadang terletak pada jumlah ruangan yang dibuat sesuai dengan jumlah anak gadis di dalam satu keluarga. Khusus anak perempuan yang telah menikah, maka akan diberikan kamar terpisah untuk dihuni bersama suaminya. Sementara, anak-anak perempuan yang masih gadis diharuskan tinggal bersama di dalam satu kamar. 

Rumah Gadang, di samping sebagai tempat tinggal, juga dapat berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan merupakan representasi dari budaya matrilineal. Rumah Gadang sangat dimuliakan dan bahkan dipandang sebagai tempat suci oleh masyarakat Minangkabau. Status rumah Gadang yang begitu tinggi ini juga melahirkan berbagai macam tata krama. Setiap orang yang ingin naik ke rumah Gadang harus terlebih dahulu mencuci kakinya.

Setiap elemen dari rumah Gadang memiliki makna simbolis tersendiri. Unsur-unsur dari rumah Gadang meliputi:

  • Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk
  • Singkok, dinding segitiga yang terletak di bawah ujung gonjong
  • Pereng, rak di bawah singkok
  • Anjuang, lantai yang mengambang
  • Dindiang ari, dinding pada bagian samping
  • Dindiang tapi, dinding pada bagian depan dan belakang
  • Papan banyak, fasad depan
  • Papan sakapiang, rak di pinggiran rumah
  • Salangko, dinding di ruang bawah rumah

Ketika kita membicarakan tentang arsitektur rumah Gadang, pasti yang akan pertama kali terbayang adalah bentuk atapnya yang runcing. Atap ini disebut sebagai atap gonjong. Ciri khas bentuk atap gonjong ini selalu ada di setiap rumah khas Minangkabau, bahkan pada rumah modern mereka. Dahulunya atap rumah Gadang dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan hingga puluhan tahun. Namun, belakangan atap rumah banyak berganti dengan atap seng.

Pilar rumah Gadang dan Lanjar

Pilar rumah Gadang yang ideal disusun dalam lima baris yang berjajar sepanjang rumah. Baris ini membagi bagian interior menjadi empat ruang panjang yang disebut Lanjar. Lanjar di belakang rumah dibagi menjadi kamar tidur (Ruang). Menurut adat, sebuah rumah Gadang harus memiliki minimal lima Ruang, dan jumlah ideal adalah sembilan. Lanjar lain digunakan sebagai area umum yang disebut labuah gajah (jalan gajah) yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan acara seremonial.

Rangkiang

Rumah Gadang juga memiliki beberapa lumbung padi (Rangkiang), dengan masing-masing memiliki nama dan fungsi yang berbeda. Rangkiang Sitinjau Lauik berisi beras untuk upacara adat. Rangkiang Sitangka Lapa berisi beras untuk sumbangan ke desa miskin dan desa yang kelaparan. Rangkiang Sibayau-bayau berisi beras untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Di halaman depan rumah Gadang terdapat pula ruang Anjuang, tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. Maka, rumah Gadang juga dinamakan sebagai rumah Baanjuang.

Bentuk interior rumah Gadang

Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian, muka dan belakang. Pada bagian depan dinding rumah Gadang dibuat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal dan semua papan yang menjadi dinding atau menjadi bingkai diberi ukiran sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding rumah Gadang.

Motif ukiran rumah Gadang 

Sesuai dengan ajaran falsafah Minangkabau yang bersumber dari alam, “alam takambang jadi guru”, ukiran-ukiran pada rumah Gadang juga merupakan simbolisasi dari alam. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Biasanya bermotif tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah.

Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Motif lain yang dijumpai adalah motif geometri segi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.

Istana Pagaruyuang

Nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran jauh maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi. Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala Richter. Bentuk rumah Gadang membuat rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.

Bagian dalam rumah Gadang 

Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan. Hal ini membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu, kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialasi dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya.

Jika ada getaran gempa bumi, rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Darmansyah, seorang ahli konstruksi di Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.

Sumber :

http://melayuonline.com

https://id.wikipedia.org

http://tentangrumahgadang.blogspot.co.id

No comments

berkomentar sesuai dengan jatidirimu

Powered by Blogger.